Sabtu, 09 Agustus 2014

Makalah Malaysia klaim batik Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Indonesia adalah negara yang sangat beragam sukunya, mulai dari suku Ambon, suku Batak, suku Madura, suku Jawa, suku Betawi dan suku lainnya. Dengan keberagaman suku di Indonesia maka banyak sekali kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadikan negeri Indonesia adalah negeri yang kaya akan identitas sehingga semakin kuat  ciri yang dimiliki sebagai jati diri bangsa. Namun pada dewasa ini masyarakat Indonesia sendiri sebagai pemilik jati diri telah lupa untuk merawat dan menjaga kebudayaaan yang dimilikinya,sehingga banyak tangan dari negara lain yang ingin merebut kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Salah satu kebudayaan Indonesia yang ingin direbut adalah batik. Negara tetangga kita, yaitu Malaysia  yang mengaku memiliki rumpun yang sama dengan bangsa Indonesia mencoba untuk mengklaim batik sebagai kebudayaan yang dimilikinya. Hal in sungguh sangat memprihatinkan, karena ketidak pedulian masyarakat Indonesia terhadap budayanya sendiri, membuat kebudayaan yang dimilikinya dapat direnggut dengan mudah oleh banngsa lain. Oleh karena itu sebagai suatu bangsa yang besar mari kita memperjuangkan dan mempertahankan budaya yang menjadi milik kita dengan terus mencintai dan melestarikannya, sehingga bangsa lain enggan dan tidak mungkin berani untuk mengklaim kebudayaan yang dimilliki bangsa kita.



B.     Rumusan Masalah
Makalah ini membahas rumusan masalah sebagai berikut.
1.        Bagaimana uraian kasus klaim batik Indonesia oleh Malaysia ditinjau dari aspek HAM?
2.        Bagaimana uraian kasus batik Indonesia yang di klaim Malaysia ditinjau dari aspek demokrasi?
3.        Bagaimana uraian kasus batik Indonesia yang di klaim Malaysia ditinjau dari aspek Rule of Law?
C.    Tujuan Penulisan
Makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1.        Menguraikan kasus klaim batik Indonesia oleh Malaysia ditinjau dari aspek HAM.
2.        Menguraikan kasus klaim batik Indonesia oleh Malaysia ditinjau dari aspek demokrasi.
3.        Menguraikan kasus klaim batik Indonesia oleh Malaysia ditinjau dari aspek Rule of Law.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    KLAIM BATIK INDONESIA OLEH MALAYSIA DITINJAU DARI ASPEK HAM
Menurut segi historisnya Indonesia memiliki rumpun yang sama dengan Malaysia yaitu melayu. Maka tidak heranlah jika Indonesia memiliki bahasa, agama, rumpun yang dikatakan tidak begitu banyak perbedaan. Malaysia beranggapan juga bahwa karena Indonesia dan Malaysia adalah rumpun yang sama, maka kebudayaan dan kebanyakan hal yang dimiliki Indonesia juga merupakan milik Malaysia.
Jadi banyak sekali kasus klaim budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia. Salah satunya adalah batik. Walaupun dikatakan bahwa MALAYSIA TIDAK PERNAH MEMATENKAN BATIK, karena BATIK MILIK INDONESIA. Yang dipatenkan oleh Malaysia HANYA MOTIF DAN CORAK, BUKAN BATIKNYA. Namun sejak tanggal 2 Oktober 2009, batik Indonesia secara resmi telah diakui oleh UNESCO. Batik dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak  Benda Warisan Manusia (representative list of the intangible cultural heritage of humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (fourth session of the intergovernmental committee) tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi.
Untuk mempertahankan budaya yang dimilikinya, bangsa Indonesia  telah mengaturnya dalam UUD 1945 amandemen ke empat, pasal 32 yg terdiri dari 2 ayat. 
a.       Ayat (1) berbunyi: "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kekebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya." 
Jika ayat (1) ini dirinci, ada 3 potongan makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia….". Potongan kalimat kedua berbunyi,"…di tengah peradaban dunia…", penegasan bahwa kebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dan perdaban dunia. Potongan kalimat ketiga, "….dengan menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya"  merupakan cerminan pemenuhan kehendak tentang perlunya kebebasan dalam mengembangkan nilai budaya masing-masing suku bangsa.

b. Ayat (2) berbunyi, "Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai  kekayaan budaya nasional", ini berarti bahwa masalah bahasa (daerah) sudah dengan sendirinya merupakan salah satu kekayaan (bagian) dari kebudayaan bangsa. 
Jaminan seperti yang tertuang dalam kedua ayat tersebut sudah semestinya menjadi kekuatan dan semangat bagi anak bangsa untuk tetap mau mempelajari, menghayati, mengamalkan, dan mempertahankan seni budaya bangsa, khususnya pemerintah secara institusional selaku pengambil kebijakan.
Faktanya, Indonesia hingga saat ini tidak memiliki data lengkap mengenai identitas budaya yang tersebar di setiap daerah. Perlindungan hak cipta terhadap seni budaya juga sangat lemah, sedangkan publikasi multimedia secara internasional mengenai produk seni budaya masih sangat minim. Dan yang paling parah Indonesia juga menghadapi persoalan buruknya birokrasi pendataan hak cipta. Meskipun permohonan pendaftaran hak cipta mengenai seni budaya sudah disampaikan, belum tentu permohonan tersebut segera diproses dan dipublikasikan. Sejak 2002 sampai Juni 2009, misalnya, sudah ada 24.603 permohonan pendaftaran hak cipta bidang seni yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum dan HAM). Namun, hingga saat ini, permohonan yang disetujui belum dipublikasikan. Hal ini juga terkait dengan belum adanya dasar hukum formal.
Hak Cipta batik tradisional yang ada dipegang oleh negara (Pasal 10 ayat 2 UUHC Tahun 2002). Hal ini berarti bahwa negara menjadi waki lbagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menguasai kekayaan tradisional yang ada. Perwakilan oleh negara dimaksudkan untuk menghindari sengketa penguasaan atau pemilikan yang mungkin timbul di antara individu atau kelompok masyarakat tertentu. Selain itu penguasaan oleh negara menjadi penting khususnya apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta atas batik tradisional Indonesia yang dilakukan oleh warga negara asing dari negara lain karena akan menyangkut sistem penyelesaian sengketanya.
Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang Hak Cipta atas karyakarya anonim, di mana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya komunal maupun bersama.  Perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan biasanya dikaitkan dengan sistem perlindungan hak atas kekayaan intelektual
Pembentukan perundang-undangan di bidang HKI merupakan bentuk perlindungan agar masyarakat memperoleh kemanfaatan itu. Dengan kata lain, rezim HKI merupakan sebuah bentuk kompensasi dan dorongan bagi orang untuk mencipta. Demikian pula halnya jika inisiatif itu muncul dengan gagasan penggunaan rezim HKI, maka rezim HKI itu harus dapat menjamin bahwa para pelaku seni dapat :
1.      menikmati kebebasan berekspresi
2.      dapat menikmati suatu kondisi di mana mereka dapat menciptakan kreasi-kreasi baru dalam tradisi yang bersangkutan
3.      mewariskan kemampuan kreatifnya itu dari generasi ke generasi.

Karya cipta seni batik sebagai ciptaan yang dilindungi, maka pemegang Hak Cipta seni batik memperoleh perlindungan selama hidupnya dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah meninggal dunia (Pasal 29 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Selama jangka waktu perlindungan tersebut, pemegang Hak Cipta seni batik memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak lain mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memeberi izin kepada orang lain untuk melakukan pengumuman dan perbanyakan ciptaan yang dipunyai tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1 UUHC 2002). Jangka waktu perlindungan tersebut diberikan bagi seni batik yang bukan tradisional, sedangkan bagi seni batik tradisional, misalnya motif “Parang Rusak” tidak memiliki jangka waktu perlindungan.


B.     KLAIM BATIK OLEH MALAYSIA DITINJAU DARI ASPEK DEMOKRASI
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang diplih. Pemerintahan di Negara demokrasi juga mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragarna, berpendapat, berserikat setiap warga Negara, menegakan rule of law, adanya pemerintahan menghormati hak-hak kelompok minoritas. Disini, Demokrasi menjamin kebebasan-kebebasan dasar tentang hak-hak sipil dan politis; hak kebebasan berbicara dan berekspresi, hak berserikat dan berkumpul, hak bergerak, dsb. Hak-hak itu memungkinkan pengembangan diri setiap individu dan memungkinkan terwujudnya keputusan-keputusan kolektif yang lebih baik.
Pada kasus ini nilai demokrasi juga dijunjung tinggi terlihat dari Penetapan batik oleh UNESCO bermaksud menekankan perlindungan warisan budaya, yaitu batik. Warisan yang masih hidup dan diturunkan dari generasi ke generasi, memberikan komunitas dan kelompok rasa identitas dan keberlangsungan, dan dianggap sebagai upaya untuk menghormati keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia.
Untuk mengetahui apakah suatu pemerintahan dilaksanakan secara demokratis atau tidak tergantung criteria:
a.       Partisipasi dalam pembuatan keputusan.
b.      Persamaan di depan hukum
c.       Ketersediaan dan keterbukaan informasi
d.      Kebebasan individu
e.       Hak untuk protes
f.       Kebebasan individu terutama bebas dari rasa takut

Menyangkut bebas dari rasa takut tersebut, salah satu faktor mengapa batik diklaim oleh manusia karena kita mungkin terlalu takut kepada Negara pengklaim tersebut. Mungkin bangsa Indonesia takut dengan Malaysia , mungkin juga tidak, mungkin sebagian bangsa Indonesia tidak tahu. Kita memang tidak kuasa atas apa yang telah diperbuat oleh Malaysa atas pengklaimannya. Dunia menilai bahwa Malaysia lebih pantas memiliki kebudayaan kita, juga kepulauan kita. Hal ini sangat miris, karena kita tidak mampu menghadapi Malaysia dan membuktikan bahwa itu memang milik kita.
Dalam kasus klaim batik yang dilakukan Malaysia, sebenarnya Indonesia telah menunjukkan parameter bahwa demokrasi di Indonesia telah bejalan. Hal ini terlihat dari :
o   Selain Pembentukan pemerintahan melalui pemilu, Sistem pertanggungjawaban pemerintah telah mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan buktinya pemerintah telah mengajukan kasus ini ke UNESCO agar mengakui bahwa Batik milik Indonesia.
o   Pengawasan oleh rakyat. Demokrasi membutuhkan system pengawasan oleh rakyat terhadap jalannya pemerintahan, sehingga terjadi mekanisme yang memungkinkan chek and balance terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan legislative. Penanganan kasus ini juga telah diketahui rakyat dan tidak di tutup-tutupi.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Jadi ketika batik di klaim oleh Malaysia terutama batik Jawa, pemerintah turut turun tangan menangani hal semacam ini. oleh karena itu dalam negara demokratis,  diperlukan hubungan antar negara dan masyarakat secara seimbang. Demokrasi memerlukan sebuah negara yang kuat tetapi menghormati hukum, legislative, media massa dan rakyat.negara yang seperti inilah yang data member perlindungan bagi rakyat. Disini perlindungan negara ditunjukkan demi melindungi identitas bangsa Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan milik rakyat.
C.    KLAIM BATIK OLEH MALAYSIA DITINJAU DARI ASPEK RULE OF LAW
Rule of Law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan yang tinggi seperti supremasi hukum dan kesamaan setiap orang di depan hukum. Rule of Law mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturandan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak , tidak personal dan otonom.
Kedudukan yang sama di depan hukum terlihat dari enam negara yang merupakan perwakilan dari UNESCO telah melakukan pengkajian terhadap budaya batik. Jadi Indonesia mendapat perlakuan yang samadi depan hukum dan tidak dibeda-bedakan. Walaupun pengajuannya kurang lebih selama 3 tahun namun akhirnya perjuangan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dunia atas batik sebagai warisan budaya asli Indonesia tidak sia-sia. United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)  menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan nonbendawi (Masterpieces of The Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Batik dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak  Benda Warisan Manusia (representative list of the intangible cultural heritage of humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (fourth session of the intergovernmental committee) tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi. Di sini batik memang sering ditemui dan diakui dimiliki negara lain. Namun inskripsi oleh UNESCO tadi berarti dunia telah resmi mengakui batik Indonesia sebagai identitas rakyat Indonesia dan dengan sendirinya batik Indonesia berhak mendapat perlindungan internasional.
            Upaya agar batik Indonesia diakui Unesco memang telah melewati perjuangan dan jalan panjang dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait industri batik. Di antara pemangku kepentingan terhadap batik adalah unsur pemerintah Indonesia sendiri, kalangan perajin batik, pakar batik, asosiasi pengusaha batik, yayasan dan lembaga batik maupun masyarakat luas dalam penyusunan dokumen nominasi. Sukses pengakuan ini juga tidak lepas dari kerja keras Perwakilan R.I di negara-negara anggota tim juri yakni Uni Emirat Arab, Turki, Estonia, Meksiko, Kenya dan Korea Selatan serta Unesco Paris.
 Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional. Akan tetapi karena perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional masih lemah, potensi yang dimiliki oleh Indonesia tersebut justru lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak asing secara tidak sah. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran Negara Republik Indonesia dalam hal ini Pemerintah Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta atas seni batik tradisional tidak memanfaatkan dan melaksanakan Undang-Undang Hak Cipta yang sudah ada sejak tahun 1982 sampai dengan tahun 2002 yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penggunaan/pemanfaatan budaya tradisional Indonesia khususnya seni batik tradisional yang dilakukan oleh pihak asing. Untuk pelanggaran terhadap seni batik yang dilakukan di dalam negeri pun masih jarang yang diselesaikan melalui jalur hukum, apalagi untuk melakukan tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak asing.
Belum dilaksanakannya tindakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak asing terhadap penggunaan/pemanfaatan kebudayaan tradisional Indonesia karena pemerintah Indonesia juga memiliki kekhawatiran takut akan digugat kembali oleh negara lain karena tindakan pembajakan yang selama ini sering dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia pun telah terkenal sebagai negara yang sering melakukan peniruan atau pembajakan terhadap karya cipta dari negara lain, bahkan sempat termasuk dalam daftar sebagai negara pelaku pembajakan karya intelektual asing dalam tingkat yang mengkhawatirkan.
Untuk mempertahankan budaya yang dimilikinya, bangsa Indonesia  telah mengaturnya dalam UUD 1945 amandemen ke empat, pasal 32 yg terdiri dari 2 ayat. 
a.       Ayat (1) berbunyi: "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kekebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya." 
Jika ayat (1) ini dirinci, ada 3 potongan makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia….". Potongan kalimat kedua berbunyi,"…di tengah peradaban dunia…", penegasan bahwa kebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dan perdaban dunia. Potongan kalimat ketiga, "….dengan menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya"  merupakan cerminan pemenuhan kehendak tentang perlunya kebebasan dalam mengembangkan nilai budaya masing-masing suku bangsa.

b. Ayat (2) berbunyi, "Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai  kekayaan budaya nasional", ini berarti bahwa masalah bahasa (daerah) sudah dengan sendirinya merupakan salah satu kekayaan (bagian) dari kebudayaan bangsa. 
















BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Indonesia memiliki rumpun yang sama dengan Malaysia yaitu melayu. Maka tidak heranlah jika Indonesia memiliki bahasa, agama, rumpun yang dikatakan tidak begitu banyak perbedaan. Jadi banyak sekali kasus klaim budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia. Salah satunya adalah batik.
1.      Dilihat dari asspek HAM:
Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Negara Indonesia memegang Hak Cipta atas karyakarya anonim, di mana karya tersebut merupakan bagian dari warisan budaya. Perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan biasanya dikaitkan dengan sistem perlindungan hak atas kekayaan intelektual, menjamin bahwa para pelaku seni dapat :
-          menikmati kebebasan berekspresi
-          dapat menikmati suatu kondisi di mana mereka dapat menciptakan kreasi-kreasi baru dalam tradisi yang bersangkutan
-          mewariskan kemampuan kreatifnya itu dari generasi ke generasi.

2.      Dari aspek demokrasi
Dalam kasus klaim batik yang dilakukan Malaysia, sebenarnya Indonesia telah menunjukkan parameter bahwa demokrasi di Indonesia telah bejalan. Hal ini terlihat dari :
a.       Selain Pembentukan pemerintahan melalui pemilu, Sistem pertanggungjawaban pemerintah telah mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan buktinya pemerintah telah mengajukan kasus ini ke UNESCO agar mengakui bahwa Batik milik Indonesia.
b.      Pengawasan oleh rakyat. Demokrasi membutuhkan system pengawasan oleh rakyat terhadap jalannya pemerintahan, sehingga terjadi mekanisme yang memungkinkan chek and balance terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan legislative. Penanganan kasus ini juga telah diketahui rakyat dan tidak di tutup-tutupi.
3.      Dilihat dari aspek Rule of Law
Kedudukan yang sama di depan hukum terlihat dari enam negara yang merupakan perwakilan dari UNESCO telah melakukan pengkajian terhadap budaya batik. Jadi Indonesia mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan tidak dibeda-bedakan.
Untuk mempertahankan budaya yang dimilikinya, bangsa Indonesia  telah mengaturnya dalam UUD 1945 amandemen ke empat, pasal 32 yg terdiri dari 2 ayat. 
B.     SARAN
Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang satu rumpun melayu. Namun, pada kenyataannya masih terdapat konflik antara Indonesia dan Malaysia. Untuk itu, hubungan Indonesia dengan Malaysia perlu dieratkan, yaitu dengan cara menjalin kerjasama yang baik dalam segala hal.






DAFTAR PUSTAKA
Suryono, Hassan. 2007.Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.Surakarta:     TIM MKU
Winarno.2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah Di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar